- SEKOLAH MINGGU KURIKULUM KEHIDUPAN
- Jl. Tamansari 16, Bandung, telp. 022-4203484, Indonesia
- SMKK menyediakan bahan-bahan ajar Sekolah Minggu bagi kelas Asuhan (1-3th), Indria (4-6th), Pratama (7-9th), Madya (10-12 th), Tunas Muda (13-15th), Remaja (16-19th), Pemuda (20-27th), Dewasa (28-54th), dan Senior/Lansia (55th ke atas). Bahan ajar terdiri atas Buku Murid dan Buku Petunjuk Guru, dan terbit setiap triwulan. Jika Anda ataupun SM di gereja Anda membutuhkan bahan ajar yang berkualitas, silakan hubungi kami.
Nama SMKK
Nama SMKK mulai dimunculkan oleh Tim Kurikulum pada pertemuan di Sukabumi tanggal 31 Maret s.d. 2 April 2008. Itu sebabnya, mulai triwulan I th. 2009, buku-buku SM Baptis (Indria s.d Dewasa) menggunakan identitas SMKK.
Pada perjalanan selanjutnya, SMKK juga mulai menambah dua jenis buku SM, yaitu kelas Asuhan (1-3th) dan kelas Senior (55th ke atas). Dengan demikian, total jumlah buku-buku SM yang diterbitkan SMKK bekerjasama dengan LLB adalah sebanyak 9 buku murid + 7 buku guru. Lihat perincian di bawah ini:
Asuhan (1-3th)
Indria (4-6th)
Pratama (7-9th)
Madya (10-12th)
Tunas Muda (13-15th)*
Remaja (16-19th)*
Pemuda (20-27th)*
Dewasa (28-54th)*
Senior (55th ke atas)
*Cat.: Buku Guru jadi 1 = Tunas Muda-Remaja dan Pemuda-Dewasa
SMKK menyiapkan dua macam kurikulum: 1) Kurikulum Anak (Asuhan, Indria, Pratama, Madya), dan 2) Kurikulum Dewasa (Tunas Muda s.d. Senior). Untuk saat ini Tim Kurikulum sudah membuat rancangan kurikulum hingga 5 tahun ke depan: th. 2009 s.d. 2013.
Kriteria Guru SM
A. SYARAT MENJADI GURU SEKOLAH MINGGU
Ada satu anggapan keliru yang beredar di kalangan masyarakat Kristen, yang mengatakan bahwa siapa saja bisa menjadi pelayan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Kasih, Ia pasti mau menerima siapa saja untuk melayani Dia. Memang benar bahwa Tuhan tidak memilih orang berdasarkan kepandaiannya, kebaikannya, atau kemampuannya saja. Namun demikian ini tidak boleh diartikan bahwa orang yang melayani Tuhan tidak perlu belajar keras, tidak perlu berusaha memberikan yang terbaik dan tidak perlu menjadi pandai. Mari kita renungkan ayat-ayat berikut ini.
"Janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat" (Yak. 3:1).
"Seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan lemah lembut menuntun orang yang suka melawan" (2 Tim. 2:24).
"Mereka (diaken/pelayan Tuhan) juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat" (1 Tim. 3:10).
"Sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat (pelayan Tuhan) harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah ..." (Tit. 1:7).
Dari sebagian ayat-ayat Alkitab di atas, kita mengetahui bahwa Tuhan memiliki tuntutan yang cukup tinggi bagi mereka yang ingin melayani-Nya. Demikian juga untuk guru-guru SM, yang adalah hamba-hamba Tuhan. Di atas bahu guru SM tergantung masa depan generasi penerus jemaat/gereja Tuhan. Jika Tuhan telah memanggil Anda untuk menjadi guru SM, Tuhan berhak membentuk dan memperlengkapi Anda dengan kemampuan yang sesuai dengan panggilan yang telah Ia berikan. Tapi ini semua merupakan proses sehingga tidak berarti Anda harus sudah memiliki semua kemampuan terlebih dahulu baru boleh menjadi guru SM. Roh Kudus akan terus-menerus memimpin hidup kita supaya hidup kita semakin hari menjadi semakin sempurna seperti Kristus.
Secara ideal, berikut ini adalah syarat-syarat dasar yang harus diusahakan untuk dimiliki oleh seorang guru SM:
1. Memiliki hati yang baru (Yoh. 3:3; 1Kor. 2:14; 2Kor. 5:17). Guru SM haruslah seorang yang rohnya telah diperbarui oleh Roh Kudus atau sudah lahir baru. Guru SM yang mengenal Tuhan Yesus secara pribadi dan sungguh-sungguh mengalami kasih-Nya yang luar biasa akan dapat dengan mudah menceritakan kepada anak-anak yang dilayaninya siapakah Yesus yang sesungguhnya.
2. Memiliki hati yang lapar (1 Pet. 2:2; Yoh. 6:35). Guru SM haruslah seorang yang rindu memiliki hati yang selalu lapar dan haus akan Firman Tuhan. Dari persekutuannya dengan Firman Tuhan, guru bertumbuh dan siap menjadi berkat karena hidupnya adalah seperti aliran air yang tidak pernah kering.
3. Memiliki hati yang taat (Flp. 1:21-22; Gal. 2:20-21). Hidup seorang guru SM adalah milik Kristus. Karena itu, hidupnya adalah hidup yang taat sebagai hamba yang setia dan rela menjalankan apa yang dikehendaki oleh Tuannya.
4. Memiliki hati yang disiplin (Rom. 12:11; 2 Kor. 4:8). Guru SM harus bergumul untuk memiliki hati yang disiplin dan tidak tergoyahkan karena kesulitan. Guru juga harus berani memaksa diri untuk tidak hanyut dalam kejenuhan karena rutinitas belajar dan mengajar. Hati yang disiplin akan menolong kita untuk senantiasa melayani secara konsisten, berapi-api, dan terus memberikan kemajuan.
5. Memiliki hati yang mengasihi (Yoh. 3:16; Ef. 4:1-2). Guru SM yang telah mengalami kasih Tuhan akan sanggup mengasihi anak-anak didiknya, sekalipun kadang mereka nakal, bandel, dan sulit dikasihi. Setiap anak berharga di mata Tuhan. Kasih Tuhan memungkinkan kita untuk mau berkorban dan terus mengasihi dengan kasih yang tanpa pamrih karena pelayanan kita didorong oleh motivasi yang benar, yaitu mengasihi Tuhan dan anak-anak didik kita.
6. Memiliki hati yang beriman (Ams. 3:5; 2 Tim. 1:12). Guru SM harus senantiasa bersandar pada Tuhan dan bukan pada kekuatan sendiri. Ingatlah bahwa hidup kita bukanlah hidup karena melihat, tapi karena percaya bahwa semua kekuatan kita datangnya dari Dia yang memberinya dengan berkelimpahan.
7. Memiliki hati yang mau diajar (Yes. 50:4; 1 Tim. 4:6). Sebelum guru SM melayani dan mengajar anak-anak, mereka harus terlebih dahulu mau belajar dan dilatih dengan pokok-pokok kebenaran Firman Tuhan. Guru yang baik adalah juga murid yang baik dalam kebenaran. Oleh karena itu, seorang guru harus rendah hati bersedia dikritik dan ditegur supaya ia bisa terus lebih baik.
8. Memiliki hati yang suci (1 Pet. 1:15; 1 Tim. 4:12). Hidup suci adalah modal utama bagi seorang pelayan Tuhan yang ingin memberikan teladan hidup yang benar dan berkenan kepada Tuhan. Seorang pelayan Tuhan tidak akan membiarkan hidupnya dikotori oleh kebiasan buruk dan perbuatan-perbuatan dosa yang akan mempermalukan nama Tuhan.
B. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU SEKOLAH MINGGU
Seorang guru SM baru dapat disebut guru yang baik apabila dia dengan sepenuh hati mau melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Ada tujuh hal yang dituntut dari seorang guru SM:
1. Mengajar (Teaching) -- 1 Tim. 2:7. Yang disebut "mengajar" adalah suatu proses belajar-mengajar (Teaching-Learning Proccess). Di dalam proses belajar mengajar ini, guru harus dapat mewujudkan perubahan dalam diri murid, baik perubahan dalam pengetahuan, pemikiran maupun sikap atau tingkah laku. Melalui Alkitab Paulus menyebutkan, dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia menjadi alat Roh Kudus untuk mewujudkan perubahan atas diri orang lain: yang tadinya tidak percaya menjadi percaya; yang tadinya tidak memahami kebenaran menjadi memahami kebenaran; yang tadinya menentang sekarang taat.
2. Menggembalakan (Shepherding) -- Yeh. 34:2-6; Yoh. 10:11-18. Nabi Yehezkiel menegur gembala pada zaman itu yang tidak menunaikan kewajibannya dengan baik. Berbeda dengan yang kita lihat dalam Tuhan Yesus, seorang Gembala yang baik itu. Guru SM harus meneladani Yesus dalam menggembalakan domba-domba kecil-Nya. Seorang gembala mempunyai hati yang rela berkorban. Meskipun menghadapi kesulitan, ia tidak akan meninggalkan dan membiarkan domba-dombanya sendirian; ia juga mengenal setiap dombanya, bahkan bersedia membawa domba yang masih berada di luar untuk masuk ke dalam kandangnya; ia pun wajib menyediakan makanan rohani untuk kebutuhan dombanya, termasuk kebutuhan intelektual, emosi dan mental.
3. Kebapaan (Fathering) -- 1 Kor. 4:15. Paulus berkata, "Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus Yesus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu." Banyak guru yang dapat memberi nasehat dan menegur, namun sedikit di antara mereka yang dapat merangkul, membesarkan, dan mendidik murid-muridnya dalam Injil. Seorang guru bukan hanya dapat menggurui, tapi juga dapat membagikan hati dan hidupnya sebagai seorang bapa yang mengasihi anaknya.
4. Memberikan Teladan (Modeling) -- 1 Kor. 11:1; Flp. 3:17; 1T es. 1:5- 6; 2 Tes. 3:7; 1 Tim. 4:11-13. Paulus, selaku guru, sangat berani menuntut orang-orang Kristen untuk meneladaninya sebagaimana ia telah meneladani Kristus. Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." Seorang guru akan mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap muridnya apabila ia terus memberi masukan positif yang dapat ditiru, baik dalam cara berpikirnya maupun tutur katanya. Oleh karena itu, seorang guru perlu selalu memperhatikan dirinya sendiri apakah ia patut menjadi teladan yang baik bagi muridnya.
5. Menginjili (Evangelizing) -- 1 Tim. 2:7. Selaku guru, Paulus mengajar orang untuk mempercayai Kristus sebagai sasaran utamanya, demikian juga seharusnya seorang guru SM. Mengajar bukan hanya mengisi murid dengan kebenaran yang bersifat kognitif saja, tetapi terutama mengisi kebutuhan jiwa mereka dengan kasih dan iman yang menyelamatkan. Karena itu, bawalah anak-anak didik untuk mendengar berita Injil supaya keselamatan sampai kepada jiwa mereka.
6. Mendoakan (Praying) -- 2 Tes. 1:11-12. Kewajiban lain dari seorang guru SM adalah mendoakan muridnya satu per satu dengan menyebut nama dan kebutuhan mereka masing-masing. Yakinkan bahwa Anda cukup dekat dengan mereka sehingga tahu apa yang harus didoakan; apakah itu untuk keluarganya, sekolahnya, atau lingkungan masyarakat tempat pergaulan mereka, dll. Mereka sangat membutuhkan pertolongan Allah dan Andalah yang akan ikut memperjuangkannya.
7. Meraih Kesempatan (Catching) -- 2 Tim. 4:2. Satu hal penting lain yang harus dipenuhi oleh guru SM adalah meraih kesempatan. Manusia di dunia ini tidak hidup dalam kekekalan. Kesempatan sering datang hanya sekejap dan dalam waktu yang tidak diduga. Bila guru SM sanggup memanfaatkannya, walaupun mungkin hanya dengan sepatah kata atau satu sikap, mungkin juga dengan satu doa syafaat, hal ini dapat memberikan pengaruh kekal bagi murid-muridnya. "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran".
C. MENELADANI SANG GURU AGUNG
Jika kita diberikan karunia mengajar, Tuhan ingin kita menggunakannya dan mengembangkannya secara maksimal bagi kemajuan pekerjaan-Nya dan kedewasaan iman kita. Milikilah kerinduan untuk terus belajar sehingga pelayanan kita semakin efektif dan strategis. Untuk itu, marilah sekali lagi kita melihat dengan lebih jelas teladan yang telah diberikan oleh Yesus, Sang Guru Agung kita.
1. Yesus memiliki panggilan yang jelas. Yesus datang dari Allah karena itu Ia tahu persis untuk apa Dia datang (Yoh. 7:16-17). Demikian juga seorang guru SM harus tahu panggilannya untuk mengajar, membimbing dan menuntun anak-anaknya dalam pengenalan mereka kepada Tuhan.
2. Yesus menjalankan disiplin rohani. Yesus dalam banyak kesempatan membuktikan bahwa Ia memiliki hubungan yang intim dengan Bapa-Nya yang di surga. Seorang guru SM yang tidak akrab dengan Firman Tuhan, tidak menjalankan kehidupan doanya dengan tekun dan tidak memiliki disiplin rohani lainya, maka tidak mungkin ia memiliki kekuatan untuk bertahan.
3. Yesus membiarkan anak-anak datang kepada-Nya. Yesus mengasihi anak-anak dan ingin mereka datang kepada-Nya (Mat. 18:2-5). Guru SM mengasihi anak-anak bukan karena mereka baik, lucu dan menyenangkan. Mereka juga mengasihi ketika anak-anak tidak pantas dikasihi karena guru SM memiliki kasih Kristus yang dapat mengasihi tanpa pamrih.
4. Yesus menggunakan beragam metode. Dia mengajar, memimpin diskusi, mengajukan pertanyaan, bercerita, menggunakan kehidupannya sehari-hari sebagai bahan ilustrasi dan bertatap muka secara langsung dengan orang-orang yang dijumpainya. Guru SM harus terus belajar supaya kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar semakin bertambah.
5. Yesus mengajar dengan penuh kuasa. Tidak seperti para ahli Taurat dan orang Farisi, banyak orang melihat Yesus mengajar dengan penuh kuasa. Jika seorang guru SM mengajar hanya sebatas dengan pengetahuannya dan kemampuannya berbicara saja maka apa yang diajarkan tidak akan membawa dampak yang kekal. Ketergantungannya pada karya Roh Kudus untuk membuat apa yang diajarkan menjadi hidup dan dipakai oleh Allah harus menjadi kesadaran utama seorang guru.
Sejarah Sekolah Minggu
Jika menelusuri kembali ke zaman Perjanjian Lama, maka sebenarnya Alkitab telah memberikan perhatian yang serius terhadap pembinaan rohani anak. Pada masa itu pembinaan rohani anak dilakukan sepenuhnya dalam keluarga (Ul. 6:4-7). Sejak sebelum usia 5 tahun anak telah dididik oleh orang tuanya untuk mengenal Allah. Pada masa pembuangan di Babilonia (500SM), ketika Tuhan menggerakkan Ezra dan para ahli kitab untuk membangkitkan kembali kecintaan bangsa Israel kepada Taurat Tuhan, maka dibukalah tempat ibadah sinagoge, di mana mereka dapat belajar Firman Tuhan kembali, termasuk di antara mereka adalah anak-anak kecil. Orangtua wajib mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah 5 tahun ke sekolah di sinagoge. Di sana mereka dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat. Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru adalah fasilitator yang selalu siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Ketika orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia diizinkan pulang ke Palestina, maka mereka meneruskan tradisi membuka tempat ibadah sinagoge ini di Palestina sampai masa Perjanjian Baru. Tuhan Yesus ketika masih kecil, juga sama seperti anak-anak Yahudi yang lain, menerima pengajaran Taurat di sinagoge. Dan pada usia 12 tahun Yesus sanggup bertanya jawab dengan para ahli Taurat di Bait Allah. Tradisi mendidik anak-anak secara ketat terus berlangsung sampai pada masa rasul-rasul (1 Tim. 3:15) dan gereja mula-mula. Namun, tempat untuk mendidik mereka perlahan-lahan tidak lagi dipusatkan di sinagoge tetapi di gereja, tempat jemaat Tuhan berkumpul.
Tetapi sayang sekali pada Abad Pertengahan gereja tidak lagi memelihara kebiasaan mendidik anak seperti abad-abad sebelumnya. Bahkan orang dewasa pun tidak lagi mendapatkan pengajaran Firman Tuhan dengan baik. Barulah pada masa Reformasi, gerakan pengembalian kepada pengajaran Alkitab dibangkitkan lagi, dan pendidikan terhadap anak-anak mulai digalakkan kembali, khususnya melalui kelas Katekismus. Untuk itu hanya para pekerja gereja sajalah yang diizinkan untuk terlibat dalam pembinaan. Namun sedikitnya orang yang terlatih untuk mengajarkan kelas Katekismus ini menyebabkan pelayanan anak ini menjadi mundur bahkan perlahan-lahan tidak lagi menjadi perhatian utama gereja dan diadakan hanya sebagai prasyarat bagi anak-anak yang akan menerima konfirmasi (baptis sidi).
Barulah pada abad 18, seorang wartawan Inggris bernama Robert Raikes, digerakkan oleh rasa cinta kepada anak-anak, membuat suatu gerakan yang akhirnya mendorong lahirnya pelayanan Sekolah Minggu! Pada masa akhir abad 18, Inggris sedang dilanda suatu krisis ekonomi yang sangat parah. Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan anak-anak dipaksa bekerja untuk bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Pada saat itu Robert Raikes mendapat tugas untuk meliput berita tentang anak-anak gelandangan di Gloucester bagi sebuah harian (koran) milik ayahnya. Apa yang dilihat Robert sangat memprihatinkan sebab anak-anak gelandangan itu harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Apa yang dilakukan anak-anak pada hari Minggu itu? Hari Minggu adalah satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka habiskan untuk bersenang-senang, tapi karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan (karena tidak bersekolah), anak-anak itu menjadi sangat liar, mereka minum-minum dan melakukan berbagai macam kenakalan dan kejahatan.
Melihat keadaan itu Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia dengan beberapa teman mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana selain anak-anak mendapat makanan, mereka juga diajarkan sopan santun, membaca dan menulis. Tapi hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab. Pada mulanya pelayanan ini sangat tidak mudah. Banyak anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Namun dengan cara pendidikan yang disiplin, kadang dengan pukulan rotan, tapi dilakukan dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu akhirnya belajar untuk mau dididik dengan baik, sehingga semakin lama semakin banyak anak datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga guru disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis tapi juga Firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit tapi melegakan. Dan dalam waktu 4 tahun sekolah minggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris, dan jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari minggu terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh Inggris. Mula-mula, gereja tidak mengakui kehadiran gerakan Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Tetapi karena kegigihannya menulis ke berbagai publikasi dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, dan juga atas bantuan John Wesley (pendiri gereja Methodis), akhirnya kehadiran Sekolah Minggu diterima oleh gereja. Mula-mula oleh gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja protestan lain.
Ketika Robert Raikes meninggal dunia tahun 1811, jumlah anak yang hadir di Sekolah Minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan.
Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropa lainnya dan ke Amerika. Dan dari para misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, akhirnya pelayanan anak melalui Sekolah Minggu juga hadir di Indonesia.
Kurikulum di SM
Tema Buku SM th. 2010
KELAS | I | II | III |
Jan-Peb-Mar | Apr-Mei-Jun | Jul-Agu-Sep | |
Asuhan | Orang-Orang yang Taat Kepada Tuhan 1 | Orang-Orang yang Taat Kepada Tuhan 2 | Orang-Orang yang Taat Kepada Tuhan 3 |
Indria Pratama Madya | Perumpamaan-Perumpamaan Tuhan Yesus | Mengenal Hari-Hari Istimewa | Mukjizat-Mukjizat Tuhan Yesus |
Tunas Muda Remaja Pemuda Dewasa Lansia/Senior | Kebersamaan Dalam Gereja | Kebersamaan Dalam Keluarga | Kebersamaan Dalam Masyarakat |
Doa
Ibu: "Nak, setelah ini segera tidur, dan ingat berdoa dulu. Jadi anak yang baik ya ... Ingat, Yesus sudah berkorban di kayu salib dan kemudian bangkit untuk kamu. Jadi, kamu harus jadi anak yang baik. Berdoa dulu nanti sebelum tidur, minta Yesus membantumu jadi anak yang baik."
Sang ayah mendengarkan doa anaknya tadi dari luar kamar.
Anak: "Tuhan, buat aku menjadi anak yang baik, ya, jika Kamu bisa; tetapi jika Kamu nggak bisa, Kamu nggak usah kuatir, aku sudah cukup senang kok dengan keadaanku yang sekarang."
(Sumber: internet)
Harga Buku SM th. 2009
JUDUL BUKU | H A R G A (Rp) | |
Buku Murid | Buku Guru | |
Asuhan (1-3th) | 4.000 | 15.000 |
Indria (4-6th) | 6.000 | 10.000 |
Pratama (7-9th) | 6.000 | 10.000 |
Madya (10-12th) | 6.000 | 10.000 |
Tunas Muda (13-15th) | 6.000 | 10.000 |
Remaja (16-19th) | 6.000 | 10.000 |
Pemuda (20-27th) | 6.000 | 10.000 |
Dewasa (28-54th) | 6.000 | 10.000 |
Senior (55th ke atas) | 7.500 | 10.000 |
Guru Sekolah Minggu
KEDUDUKAN SEORANG GURU
Pertama-tama, seorang guru harus menginsafi kedudukannya yang tinggi. Hak mengajar di sekolah minggu itu penting karena merupakan satu pelayanan yang suci. Ketika seorang guru menyadari hal tersebut, ia memperkuat sikapnya sebagai guru dan akan mendapat penghormatan dan tanggapan yang lebih besar dari kelasnya.
Seorang guru menunjukkan jalan menuju iman Kristen. Syarat mutlak yang pertama bagi seorang guru adalah pengalaman kelahiran baru yang kemudian diikuti oleh kehidupan yang suci. Persekutuannya dengan Allah membuktikan besarnya berkat dalam hal menjadi seorang Kristen. Para guru sekolah minggu memunyai lebih banyak kesempatan daripada kebanyakan orang untuk memenangkan jiwa-jiwa yang kekal kepada Kristus karena Injil yang mereka ajarkan itu adalah pusat iman Kristen.
Seorang guru memengaruhi pertumbuhan Kristen. Pendidikan Kristen diterangkan sebagai "hal membimbing pelajar melalui pengalaman-pengalaman kebenaran ke dalam kehidupan pelayanan yang memuliakan Allah". Dikatakan bahwa pendidikan Kristen memunyai hubungan dengan hal membangunkan, menanamkan, menolong, mengilhami, membetulkan, dan membimbing. Sebagai seorang anggota gereja yang berserah, seorang pelajar Alkitab yang teliti, seorang pelayan Kristen yang setia, guru memiliki kesempatan untuk memimpin murid-muridnya dalam hal menjadi orang Kristen yang dewasa, yang menyatakan Kristus kepada dunia ini.
SIAP MENGAJAR
Tampaknya guru-guru yang berhasil adalah mereka yang memiliki kecakapan untuk mengajar. Namun, pengajaran yang berhasil terbit dari mendisiplin diri dalam hal belajar dan persiapan pribadi. Persiapan dasar bagi seorang guru sekurang-kurangnya harus meliputi hal-hal berikut:
1. Pengetahuan Alkitab
Karena Alkitab merupakan buku pegangan yang terpenting dalam sekolah minggu, guru harus paham mengenai isinya. Ia harus mengusahakan dirinya untuk mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh dan sistematis. Misalnya, untuk mengerti pelayanan Yesus, bukan saja pokok-pokok utama dari pengajaran-Nya yang harus diketahui, tetapi juga keadaan sosial, politik, ekonomi, dan rohani yang menjadi latar belakang seluruh pelayanan Yesus di bumi. Bagaimanakah hal-hal ini memengaruhi tindak-tanduk-Nya? Atau bagaimanakah kehidupan pada zaman Yesaya, Yeremia, atau Yehezkiel? Pada saat apa dalam sejarah bangsa Yahudi, mereka bernubuat? Penelaahan Alkitab sedemikian itu tidak dilakukan sebagai ibadah pribadi, itu merupakan satu usaha sistematis untuk memahami arti Alkitab dan menguasai isinya. Ketika seseorang melakukan hal ini, pengajarannya menjadi makin berkuasa dan Alkitab menjadi lebih nyata dalam pikiran murid-murid.
2. Teologi
Kadang-kadang orang memikirkan teologi sebagai satu pelajaran yang rumit. Pelajaran ini tampak kepada mereka sebagai satu campuran teori dan pikiran-pikiran yang abstrak dan kabur. Sebenarnya, setiap orang memiliki teologi, yakni sesuatu yang dipercayainya mengenai kebenaran Kristen. Kepercayaannya mungkin tidak tersusun dan ia mungkin tidak dapat menyatakannya dengan jelas; walaupun demikian, ia yakin bahwa semua yang dipercayainya itu benar. Dalam hal mengajar, bilamanapun seorang guru berbicara tentang Allah, tentang Yesus, Alkitab, kasih, dan iman, ia sedang mengajarkan teologi. Betapa pentingnya kesesuaian pengajarannya itu dengan pengajaran-pengajaran Alkitab dan apa yang dipercayai gerejanya.
3. Sifat-Sifat Kelompok Usia
Pengajaran itu efektif bila dilakukan dengan mengingat minat, keperluan, dan sifat-sifat murid. Dalam hal mengajar di sekolah minggu, banyak anggota kelas tertinggal sementara guru maju dalam suatu perjalanan rohani karena guru tidak memulainya pada tingkat pengertian si murid. Para guru yang mengajar anak-anak harus mempertimbangkan tingkat perkembangan murid-muridnya agar tidak mengajarkan konsep-konsep agama yang tidak mungkin dipahaminya. Para guru orang dewasa harus memastikan bahwa mereka memberi pengajaran yang cukup dalam yang perlu bagi pendewasaan kelas itu.
4. Teknik Mengajar
Penggunaan teknik-teknik dengan bijaksana akan menjadikan pengetahuan Alkitab lebih berarti dan tetap. Hukum dasar dalam hal belajar adalah bahwa pengajaran itu lebih berhasil bila para murid melibatkan diri dan saling memengaruhi. Jadi, seorang guru harus mengetahui teknik-teknik manakah yang akan menerbitkan tanggapan terbaik atas suatu kebenaran pelajaran yang diberikan. Ia juga harus mengetahui batas-batas dari bermacam-macam teknik itu, cara untuk menyesuaikannya dengan kesanggupan kelompok usia itu, dan bagaimana waktu serta ruangan yang tersedia memengaruhi pemilihan suatu metode mengajar. Misalnya, seorang guru tidak menceritakan sebuah cerita dalam cara yang sama dalam kelas kanak-kanak dan kelas tunas remaja; ia juga tidak akan memisah-misahkan kelas itu dalam beberapa kelompok diskusi jika hanya ada lima atau enam murid yang hadir dalam kelas itu.
HAL MENYIAPKAN DAN MENYAMPAIKAN PELAJARAN
Persiapan seorang guru berpusat pada dua hal -- yang pertama adalah Alkitab, dan yang kedua adalah murid serta kebutuhannya.
1. Isi pelajaran berpusat pada Alkitab
Yang menjadi perhatian guru dalam hal ini adalah "Apa yang dikatakan Alkitab?" Ia harus mengetahui tokoh-tokoh Alkitab, apa yang mereka lakukan, dan di mana serta kapan mereka melakukannya. Biarpun cerita atau kebenaran asasi itu sudah lazim bagi guru, ia harus selalu bertanya kepada dirinya: "Terdapat pelajaran apakah bagi saya pribadi di sini?" sambil mengizinkan Roh Kudus menyatakan penerapan yang baru baginya. Lalu ia akan mempelajari pelajaran itu dari segi pandangan murid, lagi pula menyadari bahwa pandangan seorang anak kelas satu SD akan jauh berbeda dari seorang remaja.
2. Penerapannya berpusat pada murid
Bila guru hanya memerhatikan apa yang dikatakan Alkitab, pelajaran akan menjadi terlalu teoritis dan tidak berhubungan dengan soal-soal kehidupan yang sedang dihadapi oleh anggota-anggota kelas. Jadi, guru harus memikirkan apa yang diperlukan murid-muridnya dan menyusun suatu tujuan pelajaran yang akan memimpin ia untuk memberi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan pengertian mereka. Dalam hal menyusun tujuan-tujuan pelajaran, perlu diingat bahwa tujuan pelajaran harus cukup singkat supaya dapat diingat, cukup jelas supaya dapat dicatat, cukup terbatas supaya dapat dicapai, dan cukup bersifat pribadi supaya dapat mengubahkan hidup. Setelah mempelajari bahan-bahannya dan menentukan metodenya, guru perlu membuat suatu rencana pelajaran. Rencana pelajaran itu makin menolong ia mengatur bahannya dan menyajikan pelajarannya dengan lebih efektif.
Seluruh persiapan pelajaran memuncak dalam penyajian pelajaran. Pada saat inilah para murid dipimpin dan digerakkan. Meskipun guru telah merencanakan dengan teliti dan merasakan sebelumnya apa yang akan menjadi tanggapan kelasnya, ia tahu bahwa ia harus menyisihkan apa pun yang perlu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang tak disangka-sangka, untuk mengubah satu kehidupan meskipun ia tidak menyampaikan seluruh pelajarannya! Teknik mengajar yang bermacam-macam itu memungkinkan seorang guru menyesuaikan pengajarannya dengan keadaan kelasnya.
GURU SEBAGAI ANGGOTA TIM
Sebagai seorang guru sekolah minggu, ia menjadi seorang pemimpin di gereja. Sebagai pemimpin, ia bertanggung jawab memelihara hubungan-hubungan yang berikut.
1. Gembala sidang dan gereja. Dengan pelajaran dan teladannya, guru harus memengaruhi murid-murid untuk menaruh kepercayaan di dalam gembala sidang dan majelis gereja. Ia harus menjadi seorang yang tetap menghadiri kebaktian.
2. Kepada pemimpin dan staf sekolah minggu. Ia harus selalu menyadari bahwa ia adalah anggota sebuah tim. Jika ia cenderung untuk memikirkan kelasnya sebagai semacam "gereja" kecil miliknya sendiri, tanpa disadarinya, ia menabur benih-benih suatu keadaan yang tidak sehat. Usaha kerja sama merupakan jalan untuk membangun sebuah sekolah minggu dan dengan demikian, membangun kerajaan Allah. Guru harus berunding dengan pemimpinnya mengenai persoalan-persoalannya. Ia harus memberikan bantuan sepenuhnya untuk proyek-proyek sekolah minggu dan dengan tetap menghadiri rapat-rapat pekerja serta pertemuan-pertemuan sekolah minggu lainnya. Ia harus mengindahkan guru-guru lain serta usaha mereka. Para guru hendaknya bekerja bahu-membahu untuk melaksanakan sebaik-baiknya tugas mereka di bidang pendidikan Kristen bagi murid-murid yang ada di bawah didikan mereka.
3. Kepada murid-muridnya. Sokrates, salah seorang guru besar di dunia, tak pernah mengizinkan dirinya disebut sebagai guru. Ia menganggap para pelajar mudanya sebagai rekan, bukan pelajar atau murid. Bagi Sokrates hal mengajar berarti membangkitkan pikiran, menggiatkan pikiran-pikiran yang tumpul. Tujuan seorang guru adalah menggerakkan murid-muridnya ke suatu pengalaman sejati mengenai pertobatan dan menyediakan pimpinan dan asuhan untuk perkembangan selanjutnya menuju ke persekutuan dengan Kristus yang bermakna dan dewasa. Hal ini mencakup doa, kunjungan, bimbingan, perhatian yang aktif dalam kesejahteraan pribadi dan rohani setiap murid.
Telah dikatakan bahwa pendidikan umum berusaha menyampaikan pengetahuan kepada manusia; pendidikan Kristen berusaha membentuk manusia. Pernyataan itu sangat menekankan pentingnya guru sekolah minggu.
Sumber:
Buku Pintar Sekolah Minggu jilid 2, , halaman 217 -- 219, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1996.
Bagaimana Memulai Bercerita?
- Hindari penggunaan alat-alat yang justru merusak cerita. Penggunaan alat peraga yang terlalu banyak justru tidak membantu dalam membuat cerita menjadi menarik, tetapi malah menghalangi komunikasi yang alami antara pencerita dengan pendengarnya. Salah satu alat peraga yang sering digunakan, yaitu peraga dari kain flanel, sangat tidak efektif untuk digunakan. Ketika pencerita menempatkan peraganya di papan, maka hilanglah kontak mata dengan pendengarnya. Saya biasa menggunakan rompi dari flanel bila mendapat kesempatan untuk menyampaikan cerita. Dengan menggunakan rompi ini, saya bisa menempelkan peraga di rompi saya sambil memandang pendengar sehingga saya tidak kehilangan kontak mata dengan mereka. Meskipun rompi bisa memberi nilai lebih pada penampilan, sering kali saya merasa rompi bisa menjadi cara untuk menjalin kontak antara pencerita dan pendengar.
- Bila Anda menggunakan sebuah gambar, lebih baik Anda menggunakan gambar abstrak supaya menimbulkan rangkaian imajinasi. Meskipun saya enggan menggunakan gambar, namun saya pernah harus menunjukkan foto Martin Luther pada hari Minggu Reformasi. Saya melihat anak-anak menganggap saya sedang bercerita tentang tokoh besar pembela hak asasi itu. Sejak saat itu, saya hanya menunjukkan gambar sesaat sebelum saya mulai bercerita, kemudian saya simpan gambar itu ketika saya menyampaikan cerita.
Hindari menggurui atau menempatkan ajaran-ajaran moral dalam cerita Anda. Tidak ada yang bisa dengan cepat membuyarkan cerita Anda selain menyertakan ajaran moral itu beserta penjelasannya. Bila Anda menghormati pendengar Anda, cukup sampaikan cerita itu kepada mereka. Hormati mereka dengan membiarkan mereka menggambarkan sendiri kesimpulannya. "Mereka yang memunyai telinga, biarkanlah mendengar." Bila suatu diskusi bisa membantu mengembangkan cerita, menurut pendapat saya, pencerita diizinkan untuk membuat diskusi, tetapi tidak lagi memunyai kekuasaan untuk mengarahkan interpretasi orang lain. Tidak seperti seorang guru yang menyampaikan pelajarannya, cerita memunyai keberadaannya sendiri. - Jangan membuat ilustrasi cerita yang membingungkan. Ilustrasi-ilustrasi saja tidaklah cukup; ilustrasi itu menunjukkan makna yang lebih besar. Cerita memiliki arti tersendiri. Dengan luar biasa, Yesus "menjelaskan" perumpamaan-perumpaman-Nya dan dalam beberapa saat kemudian Ia hanya memberikan suatu permintaan. (t/Ratri)
Sumber:
Speaking in Stories, William R. White, , Artikel The Appeal of Storytelling; Resources for Christian Storytellers, halaman 17 -- 20, Augsburg Publishing House, Minneapolis 1982.