Foto saya
Jl. Tamansari 16, Bandung, telp. 022-4203484, Indonesia
SMKK menyediakan bahan-bahan ajar Sekolah Minggu bagi kelas Asuhan (1-3th), Indria (4-6th), Pratama (7-9th), Madya (10-12 th), Tunas Muda (13-15th), Remaja (16-19th), Pemuda (20-27th), Dewasa (28-54th), dan Senior/Lansia (55th ke atas). Bahan ajar terdiri atas Buku Murid dan Buku Petunjuk Guru, dan terbit setiap triwulan. Jika Anda ataupun SM di gereja Anda membutuhkan bahan ajar yang berkualitas, silakan hubungi kami.

Nama SMKK

Nama Sekolah Minggu Kurikulum Kehidupan — selanjutnya disingkat SMKK — adalah nama untuk menyebutkan model kurikulum yang baru, menggantikan nama yang sudah populer sebelumnya, yaitu Kurikulum 2000.

Nama SMKK mulai dimunculkan oleh Tim Kurikulum pada pertemuan di Sukabumi tanggal 31 Maret s.d. 2 April 2008. Itu sebabnya, mulai triwulan I th. 2009, buku-buku SM Baptis (Indria s.d Dewasa) menggunakan identitas SMKK.

Pada perjalanan selanjutnya, SMKK juga mulai menambah dua jenis buku SM, yaitu kelas Asuhan (1-3th) dan kelas Senior (55th ke atas). Dengan demikian, total jumlah buku-buku SM yang diterbitkan SMKK bekerjasama dengan LLB adalah sebanyak 9 buku murid + 7 buku guru. Lihat perincian di bawah ini:

Asuhan (1-3th)
Indria (4-6th)
Pratama (7-9th)
Madya (10-12th)
Tunas Muda (13-15th)*
Remaja (16-19th)*
Pemuda (20-27th)*
Dewasa (28-54th)*
Senior (55th ke atas)
*Cat.: Buku Guru jadi 1 = Tunas Muda-Remaja dan Pemuda-Dewasa

SMKK menyiapkan dua macam kurikulum: 1) Kurikulum Anak (Asuhan, Indria, Pratama, Madya), dan 2) Kurikulum Dewasa (Tunas Muda s.d. Senior). Untuk saat ini Tim Kurikulum sudah membuat rancangan kurikulum hingga 5 tahun ke depan: th. 2009 s.d. 2013. 

Kriteria Guru SM

Apakah untuk menjadi guru Sekolah Minggu dituntut persyaratan, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu? Jawabannya, tergantung dari bagaimana hasil yang diharapkan. Jika puas dengan hasil yang asal-asalan, guru SM tidak perlu dituntut memiliki hal-hal tersebut. Tetapi jika menginginkan hasil yang baik, maka guru SM perlu dituntut memiliki persyaratan, kewajiban, dan tanggung jawab sebagaimana yang dikehendaki Tuhan.

A. SYARAT MENJADI GURU SEKOLAH MINGGU

Ada satu anggapan keliru yang beredar di kalangan masyarakat Kristen, yang mengatakan bahwa siapa saja bisa menjadi pelayan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Kasih, Ia pasti mau menerima siapa saja untuk melayani Dia. Memang benar bahwa Tuhan tidak memilih orang berdasarkan kepandaiannya, kebaikannya, atau kemampuannya saja. Namun demikian ini tidak boleh diartikan bahwa orang yang melayani Tuhan tidak perlu belajar keras, tidak perlu berusaha memberikan yang terbaik dan tidak perlu menjadi pandai. Mari kita renungkan ayat-ayat berikut ini.

"Janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat" (Yak. 3:1).

"Seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan lemah lembut menuntun orang yang suka melawan" (2 Tim. 2:24).

"Mereka (diaken/pelayan Tuhan) juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat" (1 Tim. 3:10).

"Sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat (pelayan Tuhan) harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah ..." (Tit. 1:7).

Dari sebagian ayat-ayat Alkitab di atas, kita mengetahui bahwa Tuhan memiliki tuntutan yang cukup tinggi bagi mereka yang ingin melayani-Nya. Demikian juga untuk guru-guru SM, yang adalah hamba-hamba Tuhan. Di atas bahu guru SM tergantung masa depan generasi penerus jemaat/gereja Tuhan. Jika Tuhan telah memanggil Anda untuk menjadi guru SM, Tuhan berhak membentuk dan memperlengkapi Anda dengan kemampuan yang sesuai dengan panggilan yang telah Ia berikan. Tapi ini semua merupakan proses sehingga tidak berarti Anda harus sudah memiliki semua kemampuan terlebih dahulu baru boleh menjadi guru SM. Roh Kudus akan terus-menerus memimpin hidup kita supaya hidup kita semakin hari menjadi semakin sempurna seperti Kristus.
Secara ideal, berikut ini adalah syarat-syarat dasar yang harus diusahakan untuk dimiliki oleh seorang guru SM:

1. Memiliki hati yang baru (Yoh. 3:3; 1Kor. 2:14; 2Kor. 5:17). Guru SM haruslah seorang yang rohnya telah diperbarui oleh Roh Kudus atau sudah lahir baru. Guru SM yang mengenal Tuhan Yesus secara pribadi dan sungguh-sungguh mengalami kasih-Nya yang luar biasa akan dapat dengan mudah menceritakan kepada anak-anak yang dilayaninya siapakah Yesus yang sesungguhnya.
2. Memiliki hati yang lapar (1 Pet. 2:2; Yoh. 6:35). Guru SM haruslah seorang yang rindu memiliki hati yang selalu lapar dan haus akan Firman Tuhan. Dari persekutuannya dengan Firman Tuhan, guru bertumbuh dan siap menjadi berkat karena hidupnya adalah seperti aliran air yang tidak pernah kering.
3. Memiliki hati yang taat (Flp. 1:21-22; Gal. 2:20-21). Hidup seorang guru SM adalah milik Kristus. Karena itu, hidupnya adalah hidup yang taat sebagai hamba yang setia dan rela menjalankan apa yang dikehendaki oleh Tuannya.
4. Memiliki hati yang disiplin (Rom. 12:11; 2 Kor. 4:8). Guru SM harus bergumul untuk memiliki hati yang disiplin dan tidak tergoyahkan karena kesulitan. Guru juga harus berani memaksa diri untuk tidak hanyut dalam kejenuhan karena rutinitas belajar dan mengajar. Hati yang disiplin akan menolong kita untuk senantiasa melayani secara konsisten, berapi-api, dan terus memberikan kemajuan.
5. Memiliki hati yang mengasihi (Yoh. 3:16; Ef. 4:1-2). Guru SM yang telah mengalami kasih Tuhan akan sanggup mengasihi anak-anak didiknya, sekalipun kadang mereka nakal, bandel, dan sulit dikasihi. Setiap anak berharga di mata Tuhan. Kasih Tuhan memungkinkan kita untuk mau berkorban dan terus mengasihi dengan kasih yang tanpa pamrih karena pelayanan kita didorong oleh motivasi yang benar, yaitu mengasihi Tuhan dan anak-anak didik kita.
6. Memiliki hati yang beriman (Ams. 3:5; 2 Tim. 1:12). Guru SM harus senantiasa bersandar pada Tuhan dan bukan pada kekuatan sendiri. Ingatlah bahwa hidup kita bukanlah hidup karena melihat, tapi karena percaya bahwa semua kekuatan kita datangnya dari Dia yang memberinya dengan berkelimpahan.
7. Memiliki hati yang mau diajar (Yes. 50:4; 1 Tim. 4:6). Sebelum guru SM melayani dan mengajar anak-anak, mereka harus terlebih dahulu mau belajar dan dilatih dengan pokok-pokok kebenaran Firman Tuhan. Guru yang baik adalah juga murid yang baik dalam kebenaran. Oleh karena itu, seorang guru harus rendah hati bersedia dikritik dan ditegur supaya ia bisa terus lebih baik.
8. Memiliki hati yang suci (1 Pet. 1:15; 1 Tim. 4:12). Hidup suci adalah modal utama bagi seorang pelayan Tuhan yang ingin memberikan teladan hidup yang benar dan berkenan kepada Tuhan. Seorang pelayan Tuhan tidak akan membiarkan hidupnya dikotori oleh kebiasan buruk dan perbuatan-perbuatan dosa yang akan mempermalukan nama Tuhan.

B. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB GURU SEKOLAH MINGGU

Seorang guru SM baru dapat disebut guru yang baik apabila dia dengan sepenuh hati mau melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Ada tujuh hal yang dituntut dari seorang guru SM:

1. Mengajar (Teaching) -- 1 Tim. 2:7. Yang disebut "mengajar" adalah suatu proses belajar-mengajar (Teaching-Learning Proccess). Di dalam proses belajar mengajar ini, guru harus dapat mewujudkan perubahan dalam diri murid, baik perubahan dalam pengetahuan, pemikiran maupun sikap atau tingkah laku. Melalui Alkitab Paulus menyebutkan, dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia menjadi alat Roh Kudus untuk mewujudkan perubahan atas diri orang lain: yang tadinya tidak percaya menjadi percaya; yang tadinya tidak memahami kebenaran menjadi memahami kebenaran; yang tadinya menentang sekarang taat.
2. Menggembalakan (Shepherding) -- Yeh. 34:2-6; Yoh. 10:11-18. Nabi Yehezkiel menegur gembala pada zaman itu yang tidak menunaikan kewajibannya dengan baik. Berbeda dengan yang kita lihat dalam Tuhan Yesus, seorang Gembala yang baik itu. Guru SM harus meneladani Yesus dalam menggembalakan domba-domba kecil-Nya. Seorang gembala mempunyai hati yang rela berkorban. Meskipun menghadapi kesulitan, ia tidak akan meninggalkan dan membiarkan domba-dombanya sendirian; ia juga mengenal setiap dombanya, bahkan bersedia membawa domba yang masih berada di luar untuk masuk ke dalam kandangnya; ia pun wajib menyediakan makanan rohani untuk kebutuhan dombanya, termasuk kebutuhan intelektual, emosi dan mental.
3. Kebapaan (Fathering) -- 1 Kor. 4:15. Paulus berkata, "Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus Yesus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu." Banyak guru yang dapat memberi nasehat dan menegur, namun sedikit di antara mereka yang dapat merangkul, membesarkan, dan mendidik murid-muridnya dalam Injil. Seorang guru bukan hanya dapat menggurui, tapi juga dapat membagikan hati dan hidupnya sebagai seorang bapa yang mengasihi anaknya.
4. Memberikan Teladan (Modeling) -- 1 Kor. 11:1; Flp. 3:17; 1T es. 1:5- 6; 2 Tes. 3:7; 1 Tim. 4:11-13. Paulus, selaku guru, sangat berani menuntut orang-orang Kristen untuk meneladaninya sebagaimana ia telah meneladani Kristus. Paulus menasihati Timotius, "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." Seorang guru akan mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap muridnya apabila ia terus memberi masukan positif yang dapat ditiru, baik dalam cara berpikirnya maupun tutur katanya. Oleh karena itu, seorang guru perlu selalu memperhatikan dirinya sendiri apakah ia patut menjadi teladan yang baik bagi muridnya.
5. Menginjili (Evangelizing) -- 1 Tim. 2:7. Selaku guru, Paulus mengajar orang untuk mempercayai Kristus sebagai sasaran utamanya, demikian juga seharusnya seorang guru SM. Mengajar bukan hanya mengisi murid dengan kebenaran yang bersifat kognitif saja, tetapi terutama mengisi kebutuhan jiwa mereka dengan kasih dan iman yang menyelamatkan. Karena itu, bawalah anak-anak didik untuk mendengar berita Injil supaya keselamatan sampai kepada jiwa mereka.
6. Mendoakan (Praying) -- 2 Tes. 1:11-12. Kewajiban lain dari seorang guru SM adalah mendoakan muridnya satu per satu dengan menyebut nama dan kebutuhan mereka masing-masing. Yakinkan bahwa Anda cukup dekat dengan mereka sehingga tahu apa yang harus didoakan; apakah itu untuk keluarganya, sekolahnya, atau lingkungan masyarakat tempat pergaulan mereka, dll. Mereka sangat membutuhkan pertolongan Allah dan Andalah yang akan ikut memperjuangkannya.
7. Meraih Kesempatan (Catching) -- 2 Tim. 4:2. Satu hal penting lain yang harus dipenuhi oleh guru SM adalah meraih kesempatan. Manusia di dunia ini tidak hidup dalam kekekalan. Kesempatan sering datang hanya sekejap dan dalam waktu yang tidak diduga. Bila guru SM sanggup memanfaatkannya, walaupun mungkin hanya dengan sepatah kata atau satu sikap, mungkin juga dengan satu doa syafaat, hal ini dapat memberikan pengaruh kekal bagi murid-muridnya. "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran".

C. MENELADANI SANG GURU AGUNG

Jika kita diberikan karunia mengajar, Tuhan ingin kita menggunakannya dan mengembangkannya secara maksimal bagi kemajuan pekerjaan-Nya dan kedewasaan iman kita. Milikilah kerinduan untuk terus belajar sehingga pelayanan kita semakin efektif dan strategis. Untuk itu, marilah sekali lagi kita melihat dengan lebih jelas teladan yang telah diberikan oleh Yesus, Sang Guru Agung kita.

1. Yesus memiliki panggilan yang jelas. Yesus datang dari Allah karena itu Ia tahu persis untuk apa Dia datang (Yoh. 7:16-17). Demikian juga seorang guru SM harus tahu panggilannya untuk mengajar, membimbing dan menuntun anak-anaknya dalam pengenalan mereka kepada Tuhan.
2. Yesus menjalankan disiplin rohani. Yesus dalam banyak kesempatan membuktikan bahwa Ia memiliki hubungan yang intim dengan Bapa-Nya yang di surga. Seorang guru SM yang tidak akrab dengan Firman Tuhan, tidak menjalankan kehidupan doanya dengan tekun dan tidak memiliki disiplin rohani lainya, maka tidak mungkin ia memiliki kekuatan untuk bertahan.
3. Yesus membiarkan anak-anak datang kepada-Nya. Yesus mengasihi anak-anak dan ingin mereka datang kepada-Nya (Mat. 18:2-5). Guru SM mengasihi anak-anak bukan karena mereka baik, lucu dan menyenangkan. Mereka juga mengasihi ketika anak-anak tidak pantas dikasihi karena guru SM memiliki kasih Kristus yang dapat mengasihi tanpa pamrih.
4. Yesus menggunakan beragam metode. Dia mengajar, memimpin diskusi, mengajukan pertanyaan, bercerita, menggunakan kehidupannya sehari-hari sebagai bahan ilustrasi dan bertatap muka secara langsung dengan orang-orang yang dijumpainya. Guru SM harus terus belajar supaya kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar semakin bertambah.
5. Yesus mengajar dengan penuh kuasa. Tidak seperti para ahli Taurat dan orang Farisi, banyak orang melihat Yesus mengajar dengan penuh kuasa. Jika seorang guru SM mengajar hanya sebatas dengan pengetahuannya dan kemampuannya berbicara saja maka apa yang diajarkan tidak akan membawa dampak yang kekal. Ketergantungannya pada karya Roh Kudus untuk membuat apa yang diajarkan menjadi hidup dan dipakai oleh Allah harus menjadi kesadaran utama seorang guru. 

Sejarah Sekolah Minggu

[Mungkin] banyak guru Sekolah Minggu yang belum tahu cerita tentang bagaimana Sekolah Minggu pertama kali diselenggarakan. Berdasarkan sumber dari Wikipedia Indonesia dan PEPAK, kurang lebih beginilah awal mulanya ...

Jika menelusuri kembali ke zaman Perjanjian Lama, maka sebenarnya Alkitab telah memberikan perhatian yang serius terhadap pembinaan rohani anak. Pada masa itu pembinaan rohani anak dilakukan sepenuhnya dalam keluarga (Ul. 6:4-7). Sejak sebelum usia 5 tahun anak telah dididik oleh orang tuanya untuk mengenal Allah. Pada masa pembuangan di Babilonia (500SM), ketika Tuhan menggerakkan Ezra dan para ahli kitab untuk membangkitkan kembali kecintaan bangsa Israel kepada Taurat Tuhan, maka dibukalah tempat ibadah sinagoge, di mana mereka dapat belajar Firman Tuhan kembali, termasuk di antara mereka adalah anak-anak kecil. Orangtua wajib mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah 5 tahun ke sekolah di sinagoge. Di sana mereka dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat. Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru adalah fasilitator yang selalu siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Ketika orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia diizinkan pulang ke Palestina, maka mereka meneruskan tradisi membuka tempat ibadah sinagoge ini di Palestina sampai masa Perjanjian Baru. Tuhan Yesus ketika masih kecil, juga sama seperti anak-anak Yahudi yang lain, menerima pengajaran Taurat di sinagoge. Dan pada usia 12 tahun Yesus sanggup bertanya jawab dengan para ahli Taurat di Bait Allah. Tradisi mendidik anak-anak secara ketat terus berlangsung sampai pada masa rasul-rasul (1 Tim. 3:15) dan gereja mula-mula. Namun, tempat untuk mendidik mereka perlahan-lahan tidak lagi dipusatkan di sinagoge tetapi di gereja, tempat jemaat Tuhan berkumpul.

Tetapi sayang sekali pada Abad Pertengahan gereja tidak lagi memelihara kebiasaan mendidik anak seperti abad-abad sebelumnya. Bahkan orang dewasa pun tidak lagi mendapatkan pengajaran Firman Tuhan dengan baik. Barulah pada masa Reformasi, gerakan pengembalian kepada pengajaran Alkitab dibangkitkan lagi, dan pendidikan terhadap anak-anak mulai digalakkan kembali, khususnya melalui kelas Katekismus. Untuk itu hanya para pekerja gereja sajalah yang diizinkan untuk terlibat dalam pembinaan. Namun sedikitnya orang yang terlatih untuk mengajarkan kelas Katekismus ini menyebabkan pelayanan anak ini menjadi mundur bahkan perlahan-lahan tidak lagi menjadi perhatian utama gereja dan diadakan hanya sebagai prasyarat bagi anak-anak yang akan menerima konfirmasi (baptis sidi).

Barulah pada abad 18, seorang wartawan Inggris bernama Robert Raikes, digerakkan oleh rasa cinta kepada anak-anak, membuat suatu gerakan yang akhirnya mendorong lahirnya pelayanan Sekolah Minggu! Pada masa akhir abad 18, Inggris sedang dilanda suatu krisis ekonomi yang sangat parah. Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan anak-anak dipaksa bekerja untuk bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Pada saat itu Robert Raikes mendapat tugas untuk meliput berita tentang anak-anak gelandangan di Gloucester bagi sebuah harian (koran) milik ayahnya. Apa yang dilihat Robert sangat memprihatinkan sebab anak-anak gelandangan itu harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Apa yang dilakukan anak-anak pada hari Minggu itu? Hari Minggu adalah satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka habiskan untuk bersenang-senang, tapi karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan (karena tidak bersekolah), anak-anak itu menjadi sangat liar, mereka minum-minum dan melakukan berbagai macam kenakalan dan kejahatan.

Melihat keadaan itu Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia dengan beberapa teman mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana selain anak-anak mendapat makanan, mereka juga diajarkan sopan santun, membaca dan menulis. Tapi hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab. Pada mulanya pelayanan ini sangat tidak mudah. Banyak anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Namun dengan cara pendidikan yang disiplin, kadang dengan pukulan rotan, tapi dilakukan dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu akhirnya belajar untuk mau dididik dengan baik, sehingga semakin lama semakin banyak anak datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga guru disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis tapi juga Firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit tapi melegakan. Dan dalam waktu 4 tahun sekolah minggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris, dan jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari minggu terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh Inggris. Mula-mula, gereja tidak mengakui kehadiran gerakan Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Tetapi karena kegigihannya menulis ke berbagai publikasi dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, dan juga atas bantuan John Wesley (pendiri gereja Methodis), akhirnya kehadiran Sekolah Minggu diterima oleh gereja. Mula-mula oleh gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja protestan lain.

Ketika Robert Raikes meninggal dunia tahun 1811, jumlah anak yang hadir di Sekolah Minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan.

Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropa lainnya dan ke Amerika. Dan dari para misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, akhirnya pelayanan anak melalui Sekolah Minggu juga hadir di Indonesia.

Kurikulum di SM


Pertanyaan yang sering diungkapkan oleh orang-orang yang terlibat dalam pendidikan Kristen, termasuk di sini adalah para Guru Sekolah Minggu, adalah: "Seperti apakah kurikulum yang baik itu? Kurikulum yang bagaimana yang sebaiknya dipakai dalam Sekolah Minggu di gereja kita?"

Sebenarnya tidak ada satu jawaban yang persis sama bagi setiap penanya, karena masing-masing gereja dan Sekolah Minggu memiliki keunikan dan tantangannya sendiri. Ada gereja dan orang-orang tertentu yang kurang setuju dengan penggunaan kurikulum. Mereka berpendapat bahwa wewenang tertinggi seharusnya ada pada Alkitab itu sendiri dan bukan pada "pandangan" si Penulis kurikulum. Bisa dimengerti bahwa ada kekuatiran yang timbul, dimana para guru akhirnya akan lebih "bersandar" dan "mengandalkan" materi kurikulum yang siap pakai daripada menggalinya sendiri dari Alkitab.

Sebenarnya, kurikulum dibuat untuk menolong para guru. Pekerjaan menyusun sebuah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Ini membutuhkan kerjasama tim ahli, baik dari bidang teologia maupun pendidikan. Para pekerja awam, termasuk Guru Sekolah Minggu, jelas akan menemui banyak kesulitan bila dituntut untuk membuat kurikulum pengajarannya sendiri.

Mengingat bahwa wewenang tertinggi tetap ada pada Alkitab itu sendiri, maka tiap-tiap orang Kristen secara pribadi bertangung jawab untuk menyelidiki Alkitab dan melihat kalau-kalau apa yang disampaikan dalam materi kurikulum yang digunakan ternyata tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan.

A. Arti Kurikulum
Menurut Dr. D. Campbell Wyckoff, dalam bukunya Theory and Design of Christian Education Curriculum: Kurikulum adalah alat komunikasi yang direncanakan dengan sangat hati-hati, yang digunakan oleh gereja dalam bidang pengajarannya agar iman dan hidup Kristen dapat dikenal, diterima dan hidup.

Disebutkan di atas bahwa "Kurikulum direncanakan dengan sangat hati-hati" maksudnya bahwa Penyusun Kurikulum akan menghabiskan waktu dan tenaganya untuk berfikir, merancang dan merencanakan segala sesuatu yang perlu agar kurikulum tersusun dengan baik.

"Alat komunikasi" mengandung maksud bahwa kurikulum melibatkan dialog antar satu orang dengan yang lainnya.

"Digunakan oleh gereja" ini menunjuk gereja secara menyeluruh, semua anggotanya, gereja sebagai tubuh Kristus yang hidup.

"Dalam bidang pengajarannya" meliputi semua kegiatan dan program yang mengutamakan pengajaran dan pengasuhan sebagai bagian penting dalam usaha memperlengkapi setiap orang menjadi pelayan Allah dan murid Yesus Kristus.

"Agar iman dan hidup kekristenan dapat dikenal, diterima dan hidup" menggambarkan isi dan tujuan pengajaran gereja. Ini bukan sekedar mempelajari beberapa informasi mengenai Tuhan Yesus Kristus, tidak juga sekedar menyatakan apa yang dipercayai seseorang. Namun lebih dari pada itu, hal ini melibatkan praktek dan hidup seseorang sebagai ungkapan pengetahuan dan kepercayaannya.

Pandangan mengenai kurikulum ini sama cocoknya bagi gereja besar maupun kecil.

Dalam konteks Sekolah Minggu, kurikulum adalah susunan bahan Alkitab yang mencakup materi/isi Alkitab, media mengajar, aktivitas belajar, tujuan pembelajaran bagi kegiatan belajar mengajar di Sekolah Minggu.

B. Manfaat Kurikulum
Menggunakan atau tidak menggunakan kurikulum, toh Firman Tuhan tetap diajarkan di Sekolah Minggu. Benar! Tapi, ada manfaat yang lebih bila Sekolah Minggu menggunakan kurikulum, antara lain:

1. Kurikulum memungkinkan adanya pendekatan khusus yang cocok/sesuai dengan ciri-ciri perkembangan usia anak
Kurikulum yang baik menyediakan materi pelajaran secara bertahap menurut keperluan, minat, kemampuan dan perkembangan anak. Beberapa cerita atau pelajaran Alkitab akan terlalu sukar dimengerti oleh anak-anak yang masih kecil. Penggunaan kurikulum dapat menolong guru merangkaikan bagian-bagian Alkitab yang akan diajarkannya sekaligus memberikan panduan mengenai cara pendekatan yang sesuai untuk tiap-tiap kelompok usia anak.

Adanya kurikulum juga memungkinkan terjadinya perencanaan pelajaran yang menyeluruh, yang disusun secara teratur untuk tiap-tiap kelompok umur dalam satu masa periode tertentu.

2. Di dalam kurikulum biasanya termuat berbagai ide dan teknik belajar-mengajar, alat peraga, dan perlengkapan mengajar lainnya
Para pekerja awam atau Guru Sekolah Minggu, sepandai-pandainya dia mengajar, tentulah kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya terbatas juga. Sementara dunia pendidikan terus maju dengan hadirnya berbagai teknik dan cara pengajaran yang baru, berbagai alat peraga dan perlengkapan mengajar yang canggih, serta munculnya ide-ide baru dalam konsep pendidikan itu sendiri, jelas para pekerja awam tidak sanggup mengikuti semua perkembangan itu dengan baik.

Tetapi, para Penyusun Kurikulum justru mampu memberi masukan yang berharga untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan guru.

3. Kurikulum menolong guru mencapai sasaran yang jelas dalam mengajar, menyediakan pelajaran yang seimbang dan sistematis
Saat seorang guru Sekolah Minggu mulai mengajar, kemungkinan ia dapat menggunakan beberapa persedian cerita Alkitab yang ia sukai. Namun ada saatnya persediaan cerita yang dia miliki akan habis.

Mungkin untuk mengatasi hal tersebut dia akan memulai dari permulaan Alkitab, namun dengan berjalannya waktu dia akan menemui kesulitan juga, karena mengajar menurut urutan Alkitab tidaklah mudah. Selain itu, "main comot" kisah ini itu dari Alkitab tidak akan membawa arah yang jelas dalam pengajaran Firman Tuhan.

Untuk itulah kurikulum yang berisi susunan materi/isi Alkitab yang seimbang dan sistematis diperlukan untuk memudahkan tugas guru itu sendiri dalam menyampaikan Firman Tuhan pada anak-anak.

Nilai penting sebuah kurikulum dapat diibaratkan sebagai menu makanan yang disusun oleh seorang ibu rumah tangga yang baik. Jika makanan yang disajikan selalu sama, tentu akan membosankan seisi rumah. Karena secara rohani anak membutuhkan "makanan yang bergizi" dan bervariasi, sesuai dengan tingkat umur dan pemahaman serta pola pikir yang telah mereka capai, kehadiran kurikulum memungkinkan penyusunan menu makan yang sehat dan seimbang tersebut. Melaluinya, 'nafsu makan' anak dipelihara dan mereka dapat bertumbuh secara rohani. Inilah tujuan sebuah kurikulum.


Sumber:
  Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif, Lawrence O. Richards, Bab Memilih dan Menggunakan Kurikulum (Bag.II no.12), halaman 192 - 195, Yayasan Kalam Hidup, Bandung. 
  Christian Education in The Small Church, Donald L. Griggs & Judy McKay Walter, halaman 75 - 77, Judson Press Valley Forge, 1988. 

Tema Buku SM th. 2010

Rencana judul Buku-Buku Sekolah Minggu triwulan I s.d III, tahun 2010




KELAS
I
II
III
Jan-Peb-Mar
Apr-Mei-Jun
Jul-Agu-Sep
Asuhan


Orang-Orang yang Taat Kepada
Tuhan 1




Orang-Orang yang Taat Kepada
Tuhan 2

Orang-Orang yang Taat Kepada
Tuhan 3
Indria
Pratama
Madya

Perumpamaan-Perumpamaan
Tuhan Yesus



Mengenal Hari-Hari
Istimewa

Mukjizat-Mukjizat
Tuhan Yesus
Tunas Muda Remaja
Pemuda
Dewasa
Lansia/Senior

Kebersamaan Dalam
Gereja

Kebersamaan Dalam
Keluarga

Kebersamaan Dalam Masyarakat

Doa

Setelah sebuah keluarga selesai menikmati makan malam Paskah, sang ibu menyuruh anak laki-lakinya yang masih berusia 6 tahun untuk berdoa.
Ibu: "Nak, setelah ini segera tidur, dan ingat berdoa dulu. Jadi anak yang baik ya ... Ingat, Yesus sudah berkorban di kayu salib dan kemudian bangkit untuk kamu. Jadi, kamu harus jadi anak yang baik. Berdoa dulu nanti sebelum tidur, minta Yesus membantumu jadi anak yang baik."
Sang ayah mendengarkan doa anaknya tadi dari luar kamar.
Anak: "Tuhan, buat aku menjadi anak yang baik, ya, jika Kamu bisa; tetapi jika Kamu nggak bisa, Kamu nggak usah kuatir, aku sudah cukup senang kok dengan keadaanku yang sekarang."

(Sumber: internet)

Harga Buku SM th. 2009

Update harga buku-buku Sekolah Minggu:




JUDUL BUKU
H A R G A  (Rp)
Buku Murid
Buku Guru
Asuhan (1-3th)
4.000
15.000
Indria (4-6th)
6.000
10.000
Pratama (7-9th)
6.000
10.000
Madya (10-12th)
6.000
10.000
Tunas Muda (13-15th)
6.000
10.000
Remaja (16-19th)
6.000
10.000
Pemuda (20-27th)
6.000
10.000
Dewasa (28-54th)
6.000
10.000
Senior (55th ke atas)
7.500
10.000